Dheka Dwi Agusti N, - (2008) BABALIKAN PUNGKAS-MUHU (REPETISI ANADIPLOSIS) SEBAGAI SIMBOL SENI PRAMODERN SUNDA : KAJIAN HERMENEUTIKA TERHADAP KA WIHKA ULINAN BUDAK DAN JAMPE POKO. S1 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.
Abstract
Penelitian yang berjudul Babalikan Pungkas-Muhu (Repetisi Anadiolosis)
sebagai Simbol Seni Pramodem Sunda (Kajian Hermeneutika terhadap Kawih Kaulinan Budak dan Poko Jampe) ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis terhadap artefak budaya Sunda yang berbentuk gaya bahasa babalikan pungkasmuhu yang merupakan perulangan bunyi, suku kata, kata atau bahkan frasa akhir sebuah larik yang digunakan kembali sebagai awaJ bunyi, suku kata, kata atau bahkan frasa larik selanjutnya. Penelitian ini penulis lakukan sebagai upaya
inventarisasi dan dokumentasi babalikan pungkas-muhu, gaya bahasa yang
terdapat dalam kawih kaulinan budak fan pokojampe sebagai bentuk folklox lisan
Sunda. Kemudian, menggali makna dan hakikat simbol yang dapat
merepresentasikan pola pikir komunitas penghasil simbol tersebut yaitu
masyarakat pramodem Sunda,
Penelitian deskriptif yang dilakukan ini bersifat kualitatif. Interpretasi
sinkronik yang penulis lakukan berupaya menafsirkan simbol berdasarkan pada
latar atau habitat budayanya sendiri. Secara sederhana penelitian dilakukan dalam
tiga tahap: pengumpulan data, anaiisis, dan penulisan laporan.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa fungsi simbol dalam
masyarakat pramodem Sunda adalah sebagai media penghimpun daya-daya
(transenden). Interpretasi penulis terhadap simbol yang berupa gaya bahasa
babalikan pungkas-muhu ini adalah mengenai emanasi Tuhan yang kemudian
menghasilkan pluralitas, pluralitas menghasilkan hal-hal yang paradoks, dan hallud
(dualisme atau alam papasangan) yang paradoks ini dapat menghadirkan
entitas ketiga yaitu daya-daya (transenden) yang diperlukan manusia untuk
memperoleh keseimbangan hidup. Bagi manusia pramodem, dirinya adalah
bagian dari alam semesta, dan semesta itu hidup sebagaimana ada kehidupan yang
dijalani oleh dirinya.
Hal ini merupakan wujud dari sistem kepercayaan dan pengetahuan
masyarakat pramodem Sunda, pola pikir nenek moyang kita, yang mana dari
merekalah kita lahir dan berkembang. Meneliti simbol-simbol kebudayaan
tradisional yang berwujud gaya bahasa belum banyak dilakukan, padahal seperti
apa yang dikatakan oleh para ahli bahasa Gorys Keraf, Henry Guntur Tarigan,
Ahmad Badrun, dan Yus Rusyana bahwa gaya bahasa adalah bentuk ungkapan
diri melalui bahasa, yang dapat pula membangkitkan imajinasi, dan digunakan
untuk mencapai efek tertentu. Oleh karena itu, kita dapat menggali banyak hal
terutama yang berkaitan dengan sejarah diri kitamelalui gaya bahasa.
![]() |
Text
S_IND_040520_Title.pdf Download (632kB) |
![]() |
Text
S_IND_040520_Chapter 1.pdf Download (520kB) |
![]() |
Text
S_IND_040520_Chapter 2.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (730kB) |
![]() |
Text
S_IND_040520_Chapter 3.pdf Download (387kB) |
![]() |
Text
S_IND_040520_Chapter 4.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (2MB) |
![]() |
Text
S_IND_040520_Chapter 5.pdf Download (128kB) |
![]() |
Text
S_IND_040520_Appendix.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (722kB) |
Item Type: | Thesis (S1) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | kawih kaulinan budak dan jambe poke |
Subjects: | L Education > L Education (General) |
Divisions: | Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra > Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia > Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia |
Depositing User: | Putri Armeilani Mustofa |
Date Deposited: | 21 Sep 2022 09:18 |
Last Modified: | 21 Sep 2022 09:18 |
URI: | http://repository.upi.edu/id/eprint/81229 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |