YAYU TRESNA SUCI, - (2018) REFLEKSI GURU MENGENAI PERANNYA SEBAGAI AGENSI MORAL. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.
Text
T_PP_1402680_Title.pdf Download (253kB) |
|
Text
T_PP_1402680_Abstract.pdf Download (230kB) |
|
Text
T_PP_1402680_Table_of_Content.pdf Download (229kB) |
|
Text
T_PP_1402680_Chapter1.pdf Download (304kB) |
|
Text
T_PP_1402680_Chapter2.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (509kB) |
|
Text
T_PP_1402680_Chapter3.pdf Download (340kB) |
|
Text
T_PP_1402680_Chapter4.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (460kB) |
|
Text
T_PP_1402680_Chapter5.pdf Download (151kB) |
|
Text
T_PP_1402680_Bibliography.pdf Download (335kB) |
|
Text
T_PP_1402680_Appendix.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (179kB) |
Abstract
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena guru dalam menyikapi peraturan gubernur DKI Jakarta tentang durasi jam kerja pegawai. Guru-guru SD cenderung mengikuti status quo moral. Hal ini menyebabkan moralitas dibangun secara heteronom, bukan otonom. Sehingga sangat terasa kurangnya peran guru sebagai agensi moral. Penelitian ini bertujuan mengungkap secara fenomenologis refleksi guru tentang perannya sebagai agensi moral. Agensi moral pada penelitian ini terdiri dari: sensitivitas moral, pertimbangan moral, motivasi moral dan tindakan moral. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang bertujuan mengungkap makna esesnsial dari refleksi guru mengenai perannya sebagai agensi moral. Subjek dan partisipan penelitian ini adalah dua orang guru SDN Rorotan 05, Jakarta Utara. Hasil dari penelitian ini adalah deskripsi utuh dari refleksi guru tentang perannya sebagai agensi moral yang tertuang pada empat fokus yaitu : 1) sensitivitas moral; 2) pertimbangan moral; 3)motivasi moral; dan 4) tindakan moral. Penelitian ini menyimpulkan bahwa peran agensi moral diawali dengan kesadaran akan sebuah identitas diri dan identitas moral. Kedua partisipan memaknai profesi guru sebagai panggilan jiwa untuk mencerdaskan generasi bangsa menjadi generasi muda yang bermoral dan berkarakter. Itulah yang menjadi pembeda guru dari profesi lain, karena urusan guru adalah memanusiakan manusia. Selanjutnya, agensi moral guru juga dibangun oleh pertimbangan atau penalaran moral pada situasi problematis yang sedang menggejala dalam kehidupan profesi guru. Pada tahap ini para partisipan sudah memasuki tahapan perkembangan moral pasca-konvensional, karena memerhatikan prinsip universalisme dalam menimbang baik-buruk suatu situasi atau fenomena moral. Selain pertimbangan moral, agensi moral guru juga dibangun oleh motivasi moral yang melahirkan komitmen, integritas dan peta jalan membangun dunia pendidikan. Partisipan memiliki komitmen untuk bekerja sebaik mungkin sesuai dengan kewajiban guru sebagai pengajar dan pendidik, mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang berkualitas. Terakhir, agensi moral guru juga harus berujung pada ajegnya perilaku atau tindakan moral. Menjadi seorang agensi moral adalah sebuah tanggung jawab sebagai agen yang melahirkan integritas atau dalam istilah kaum muslimin disebut istiqomah. Beberapa tindakan moral yang telah dilakukan oleh partisipan diprakarsai atas dasar kesadaran dan bukan atas dasar perintah pimpinan. Diantaranya yaitu ketika partisipan menjemput muridnya satu per satu ke perkampungan hanya membujuk mereka pergi ke sekolah. Selain itu partisipan juga sudah menguasai beragam strategi pendidikan karakter melalui metode inkulkasi, modelling, pembiasaan dan pengembangan keterampilan moral. Partisipan menyadari perannya sebagai agensi moral dengan memunculkan kalimat “Kita sebagai guru harus menjadi garda terdepan dalam mengatasi segala bentuk permasalahan bangsa, terutama masalah moral. Harus optimis, perlahan tapi pasti, kita guru di Indonesia pasti bisa”. Hal ini membuktikan bahwa melalui pertanyaan konstruktif identitas moral, sensitivitas moral, pertimbangan moral, motivasi moral dan tindakan moral telah mampu membangun kesadaran guru dan merefleksikan perannya sebagai agensi moral. ;---This research was motivated by the phenomenon of teachers in addressing the regulations of the Governor of DKI Jakarta regarding the duration of employee work hours. Elementary teachers tend to follow the moral status quo. This causes morality to be built heteronomously, not autonomously. So that it feels strongly the lack of teacher's role as a moral agency. This study aims to reveal phenomenologically the teacher's reflection on his role as a moral agency. The moral agency in this study consists of: moral sensitivity, moral consideration, moral motivation and moral action. The research method used is qualitative with a phenomenological approach that aims to reveal the essential meaning of the teacher's reflection on his role as a moral agency. The subjects and participants of this study were two teachers from SDN Rorotan 05, North Jakarta. The results of this study are a complete description of the teacher's reflection on his role as a moral agency which is contained in four focuses, namely: 1) moral sensitivity; 2) moral considerations; 3) moral motivation; and 4) moral actions. This study concludes that the role of moral agency begins with an awareness of a self-identity and moral identity. The two participants interpreted the teaching profession as the calling of the soul to educate the nation's generation into a young generation of morality and character. That is what differentiates teachers from other professions, because teacher affairs are humanizing humans. Furthermore, teacher moral agency is also built by moral reasoning or in a problematic situation that is plaguing the life of the teaching profession. At this stage the participants have entered the stage of post-conventional moral development, because they pay attention to the principle of universalism in weighing the goodness of a situation or moral phenomenon. In addition to moral considerations, teacher moral agency is also built by moral motivation which gives birth to commitment, integrity and roadmap to develop the world of education. Participants are committed to working as best they can in accordance with the obligations of the teacher as a teacher and educator, leading students to become quality human beings. Finally, the teacher's moral agency must also lead to behavioral or moral actions. Becoming a moral agency is a responsibility as an agent that gives birth to integrity or in terms of Muslims it is called istiqomah. Some moral actions that have been carried out by participants are initiated on the basis of awareness and not on the basis of leadership orders. Among them is when participants pick up their students one by one into the village just to persuade them to go to school. In addition participants also have mastered a variety of character education strategies through the method of inclusion, modeling, habituation and development of moral skills. Participants realize their role as a moral agency by raising the sentence "We as teachers must be the front guard in overcoming all forms of national problems, especially moral issues. We must be optimistic, slowly but surely, we teachers in Indonesia certainly can. " This proves that through constructive questions of moral identity, moral sensitivity, moral considerations, moral motivation and moral actions have been able to build teacher awareness and reflect its role as a moral agency.
Item Type: | Thesis (S2) |
---|---|
Additional Information: | No Panggil : T PP YAY r-2018; Nama Pembimbing : I. Babang Robandi; NIM : 1402680. |
Uncontrolled Keywords: | agensi moral, fenomenologi, refleksi guru, profesi guru, peran guru. moral agency, phenomenology, teacher reflection, teacher profession, teacher's role. |
Subjects: | H Social Sciences > H Social Sciences (General) |
Divisions: | Sekolah Pasca Sarjana > Pedagogik S-2 |
Depositing User: | Ryan Taufiq Qurrohman |
Date Deposited: | 17 Feb 2020 01:20 |
Last Modified: | 17 Feb 2020 01:20 |
URI: | http://repository.upi.edu/id/eprint/46762 |
Actions (login required)
View Item |