SUMIRAT, Imas (2010) ANALISIS KONTRASTIF ONOMATOPE DALAM BAHASA JEPANG DENGAN BAHASA SUNDA. S1 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.
|
Text
s_c0551_045798_table_of_content.pdf Download (245kB) | Preview |
|
|
Text
s_c0551_045798_chapter1.pdf Download (297kB) | Preview |
|
Text
s_c0551_045798_chapter2.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (467kB) |
||
|
Text
s_c0551_045798_chapter3.pdf Download (256kB) | Preview |
|
Text
s_c0551_045798_chapter4.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (601kB) |
||
|
Text
s_c0551_045798_chapter5.pdf Download (249kB) | Preview |
|
|
Text
s_c0551_045798_bibliography.pdf Download (257kB) | Preview |
|
Text
s_c0551_045798_appendix.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (103kB) |
Abstract
Di dalam bahasa Jepang dan bahasa Sunda, terdapat onomatope yang merupakan tiruan bunyi yang menjadi bagian dari kosakata bahasa yang dipakai dalam percakapan sehari-hari maupun dalam berbagai media seperti majalah, komik dan sebagainya. Onomatope ini merupakan bentuk kata yang paling primitif karena diambil dari bunyi asli yang terdengar oleh telinga. Dengan berkembangnya bahasa maka dalam bahasa Jepang tidak hanya menunjukan tiruan bunyi asli saja akan tetapi meliputi keadaan, kondisi, perasaan, dan sebagainya yang menunjukan tiruan bunyi secara inderawi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persamaan dan perbedaan onomatope dalam bahasa Jepang dengan bahasa Sunda yang terbentuk dari bunyi benda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode analisis deskriptif, dengan memakai pendekatan kontrastif. Data mengenai onomatope yang terbentuk dari bunyi benda dalam bahasa Jepang diambil dari gaikokujin no tameno nihongo reibun mondai shiri-zu 14 giongo gitaigo dan dalam bahasa Sunda diambil dari Sundanese-English Dictionary Compiled by R.R. Hardjadibrata Based on Soendanees-Nederlands Woordenboek by F.S. Eringa. Selanjutnya, data tersebut akan dipadankan, dianalisis, dan diinterprestasikan. Dari hasil analisis di atas akan dapat disimpulkan bahwa dari 19 sampel onomatope bahasa Jepang memiliki makna lebih dari satu dan tidak setiap makna mempunyai padanan yang tepat dalam onomatope bahasa Sunda. Hanya makna yang termasuk giongo (tiruan bunyi asli) saja yang memiliki padanan dalam onomatope bahasa Sunda. Adapun persamaan onomatope kedua bahasa adalah merupakan tiruan untuk bunyi asli yang terdengar oleh telinga, mempunyai fungsi sebagai kata keterangan, digunakan untuk menerangkan kata kerja di depannya, dapat digunakan untuk menunjukan perumpamaan, dan menunjukan makna bunyi negatif. Lalu untuk perbedaanya, dalam onomatope bahasa Jepang mempunyai tiruan bunyi untuk keadaan (bunyi yang terasa secara inderawi) yaitu gitaigo, onomatope yang terbentuk dari bunyi benda dibagi menjadi 7 bagian, mempunyai pola pembentukan tersendiri, sebagian besar menunjukan bunyi berkesinambungan, dapat menjadi kata benda apabila diikuti oleh kata benda, dapat menjadi kata kerja setelah ditambah kata kerja suru sedangkan onomatope bahasa Sunda tidak memiliki tiruan bunyi secara inderawi, tidak ada pola pembentukan, tidak ada pengklasifikasian secara detail, tidak menunjukan bunyi berkesinambungan, dapat langsung menjadi kata benda, dapat langsung menjadi kata kerja, dan sebagian besar mempunyai satu makna.
Item Type: | Thesis (S1) |
---|---|
Subjects: | Universitas Pendidikan Indonesia > Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra > Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang |
Divisions: | Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra > Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang |
Depositing User: | Mr Riki Nuryadin |
Date Deposited: | 03 Sep 2013 08:50 |
Last Modified: | 03 Sep 2013 08:50 |
URI: | http://repository.upi.edu/id/eprint/1332 |
Actions (login required)
View Item |