Wiwi Sugiharti, - (2010) PEMAHAMAN MASYARAKAT TEHADAP UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN TERHADAP FENOMENA PRAKTEK POLIGAMI DI KABUPATEN BANDUNG” (Studi Kasus di Kampung Manglid Desa Margahayu Selatan). S1 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.
Abstract
Istilah poligami berasal dari bahasa inggris ”poligamy” dan disebut dalam hukum islam, yang berarti beristri lebih dari seorang wanita. Poligami menurut kaidah islam adalah salah satu upaya untuk menyelamatkan kaum wanita dari dekadensi moral yang diakibatkan oleh ketidak seimbangan jumlah perempuan dengan laki-laki yang lahir dalam kurun waktu tertentu. Dalil "poligami bersifat sunah" biasanya diajukan karena disandarkan kepada teks ayat Al Quran (QS An-Nisa, 4: 2-3) tapi terkadang memiliki berbagai kendala. Satu-satunya ayat yang berbicara tentang poligami sebenarnya tidak mengungkapkan hal itu pada konteks memotivasi, apalagi mengapresiasi poligami. Ayat ini meletakkan poligami pada konteks perlindungan terhadap yatim piatu dan janda korban perang. Hukum poligami bisa menjadi wajib, apabila memang dikhawatirkan akan terjerumus pada perzinahan atau maksiat, terutama karena adanya satu atau beberapa faktor dari faktor-faktor di atas. Poligami juga bisa menjadi harus, apabila seorang suami dipandang mampu serta memiliki fasilitas lebih serta memiliki keinginan untuk berpoligami. Menghambat keinginan seseorang padahal dia akan mampu, akan berdampak negative khususnya bagi kelangsungan keluarga. Tapi, poligami juga bisa haram hukumnya, terutama apabila seorang suami dipandang tidak mampu memenuhi hak yang sepatutnya diberikan kepada istri-istrinya. Dan, poligami bisa makhruh, misalnya, apabila suami dianggap gagal memenuhi beberapa hak istrinya, atau karena adanya alasan lain yang bisa menggugurkan kebolehan berpoligami. Sedangkan syarat-syarat poligami tercantum atau diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 41. Sebelum seseorang ingin melakukan poligami, diwajibkan meminta izin kepada Pengadilan Agama dengan cara mengajukan permohonan untuk berpoligami. Tata cara untuk mendapatkan izin dari Pengadilan tercantum dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dari pasal 40 sampai dengan pasal 43. Pengadilan akan mengabulkan permohonan seseorang untuk berpoligami apabila ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1975 Tentang Perkawinan terpenuhi, tetapi apabila ketentuan-ketentuan tersebut tidak terpenuhi maka surat izin tidak akan didapatkan seseorang tersebut.
![]() |
Text
s_pkn_020013_table_of_content.pdf Download (241kB) |
![]() |
Text
s_pkn_020013_chapter1.pdf Download (283kB) |
![]() |
Text
s_pkn_020013_chapter2.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (388kB) |
![]() |
Text
s_pkn_020013_chapter3.pdf Download (285kB) |
![]() |
Text
s_pkn_020013_chapter4.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (370kB) |
![]() |
Text
s_pkn_020013_chapter5.pdf Download (250kB) |
![]() |
Text
s_pkn_020013_bibliography.pdf Download (241kB) |
Item Type: | Thesis (S1) |
---|---|
Additional Information: | ID SINTA Dosen Pembimbing : Muhammad Halimi : 6038409 Iim Masyitoh : 0002016212 |
Uncontrolled Keywords: | Studi Kasus di Kampung Manglid Desa Margahayu Selatan |
Subjects: | L Education > L Education (General) |
Divisions: | Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial > Pendidikan Kewarganegaraan |
Depositing User: | Imas Aulia |
Date Deposited: | 31 Aug 2023 16:22 |
Last Modified: | 31 Aug 2023 16:22 |
URI: | http://repository.upi.edu/id/eprint/100422 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |