PENGELOLAAN PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN POLA HIDUP MANDIRI BAGI NARAPIDANA PELAKU DELIK PENCURIAN: Studi tentang PLS sebagai Program Pendidikan Rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung

Mulyasana, Dedi (2013) PENGELOLAAN PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN POLA HIDUP MANDIRI BAGI NARAPIDANA PELAKU DELIK PENCURIAN: Studi tentang PLS sebagai Program Pendidikan Rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung. S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.

[img]
Preview
Text
T_PLS_9032226_Title.pdf

Download (214kB) | Preview
[img]
Preview
Text
T_PLS_9032226_Abstract.pdf

Download (258kB) | Preview
[img]
Preview
Text
T_PLS_9032226_Table_Of_Content.pdf

Download (303kB) | Preview
[img]
Preview
Text
T_PLS_9032226_Chapter1.pdf

Download (612kB) | Preview
[img] Text
T_PLS_9032226_Chapter2.pdf
Restricted to Staf Perpustakaan

Download (2MB)
[img]
Preview
Text
T_PLS_9032226_Chapter3.pdf

Download (694kB) | Preview
[img] Text
T_PLS_9032226_Chapter4.pdf
Restricted to Staf Perpustakaan

Download (2MB)
[img]
Preview
Text
T_PLS_9032226_Chapter5.pdf

Download (1MB) | Preview
[img]
Preview
Text
T_PLS_9032226_Chapter6.pdf

Download (1MB) | Preview
[img]
Preview
Text
T_PLS_9032226_Bibliography.pdf

Download (382kB) | Preview
[img] Text
T_PLS_9032226_Appendix.pdf
Restricted to Staf Perpustakaan

Download (603kB)

Abstract

Baik buruknya pembinaan narapidana akan banyak tergantung pada berhasi1 tidaknya si stem pengelalaan PLS di lingkungan Lernbaga Pemasyarakatan (LAPAS). Tingginya angka residivis (penjahat kambuhan) pencuri (37, 57. per September 1992) di LAPAS Sukamiskin menunjukkan bahwa aplikasi program PLS masih banyak menemui hambatan. Hambatan pelaksanaan PLS di LAPAS antara lain disebabkan oleh : Pertama, PLS baru herperan sebagai alat pelaksanaan hukuman. Kedua, program penyembuhan sikap jahat (pendidikan rehabilitasi) belum mendapat perhatian pokok dari para petugas. Ketiqa. Status Napi belum berubah menjadi warga belajar, status sipir belum berubah menjadi mitra belajar dan status LAPAS belum berubah menjadi lingkungan pembelajaran sebingga mempersulit program pembelajaran secara utuh. Kt-empat. Program PLS belum sesuai dengan minat dan kebutuhan Napi, karena Napi tidak dilibatkan dalam penyusunan program. Program PLS di LAPAS banyak mengutamakan pada pendidikan keterampilan dan pengembangan kognisi napi, sedangkan program pendidikan penyembuhan (pendidikan rehabilitasi) kurang mendapatkan perhatian, padahal keberhasilan pembinaan Napi tidak diukur oleh seberapa jauh penguasaan keterampilan dan pengetahuan kerja saja, tapi ditentukan oleh seberapa banyak Napi yang bersikap dan berkelakuan baik setelah keluar dari LAPAS. Pendidikan keterampilan tidak saja kurang bermanfaat jika diberikan kepada Napi yang masih bersikap dan berperilaku jahat, tapi justru akan membahayakan keamanan dan ketertiban masyarakat, karena pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki selama di LAPAS cenderung disalah gunakan setelah mereka berada di tengah-tengah masyarakat (kalau sikap dan perilaku jahat mereka belum sembuh). Karena itu, program pembinaan yang harus diutamakan adalah program pendidikan penyembuhan sikap dan perilaku jahat Napi. Yang menjadi modal hidup Napi di masyarakat, bu!:an semata ditentukan oleh kemampuannya untuk menjual jasa dan keterampilan kerjanya, tapi ditentukan oleh kemampuannya untuk menjual kepercayaannya terhadap masyarakat, karena jika masyarakat tidak percaya akan kejujuran sikap dan perilakunya, keterampilan kerja yang mereka milikipun tidak akan digunakan oleh masyarakat. Itulah sebagian masukan dari hasil penelitian penulis yang menggunakan metode penelitian kwalitatif. Temuan yang tak kalah menariknya antara lain kemampuan para Napi pencuri dalam mengembangkan pola hidup mandiri. Sebagian responden yang ditemui punya kemampuan berwirausaha di lingkungan LAPAS dengan penghasilan rata— rata per bulan antara Rp. 500.000,- sampai Rp. 600.000,- per bulannya. Mereka bukan hanya sekedar bisa hidup mandiri dan lepas dari bantuan keuangan keluarganya, tapi justru dengan usahanya itu, mereka yang masih berada di LAPAS, mampu mengirim uang kepada keluarganya untuk biaya hidup dan sekolah anak-anaknya. Upaya yang mereka lakukan muncul setelah para Napi itu memiliki kesadaran dan tanggung jawabnya untuk kembali ke jalan yang benar dan meninggalkan sikap jahatnya. Modal inil ah yang dapat mereka gunakan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik di masyarakat kelak.

Item Type: Thesis (S2)
Subjects: Universitas Pendidikan Indonesia > Fakultas Ilmu Pendidikan > Pendidikan Luar Sekolah
Divisions: Sekolah Pasca Sarjana > Pendidikan Luar Sekolah S-2
Depositing User: Riki N Library ICT
Date Deposited: 27 Aug 2013 08:54
Last Modified: 27 Aug 2013 08:54
URI: http://repository.upi.edu/id/eprint/863

Actions (login required)

View Item View Item