Neni Nurmayanti Hasanah, - (2007) DIPLOMASI HAJI AGUS SALIM DALAMUPAYA MEMPEROLEH PENGAKUAN KEDAULATAN INDONESIA TAHUN 1947. S1 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.
|
Text
S_SEJ_023176_Title.pdf Download (370kB) | Preview |
|
|
Text
S_SEJ_023176_Chapter1.pdf Download (340kB) | Preview |
|
Text
S_SEJ_023176_Chapter2.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (575kB) |
||
|
Text
S_SEJ_023176_Chapter3.pdf Download (476kB) | Preview |
|
Text
S_SEJ_023176_Chapter4.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (1MB) |
||
|
Text
S_SEJ_023176_Chapter5.pdf Download (96kB) | Preview |
|
|
Text
S_SEJ_023176_Bibliography.pdf Download (211kB) | Preview |
|
Text
S_SEJ_023176_Appendix.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (3MB) |
Abstract
Skripsi yang berjudul Diplomasi Haji Agus Salim Dalam Upaya Memperoleh Pengakuan Kedaulatan Indonesia Tahun 1947 mengkaji latar belakang kehidupan sosial budaya Haji Agus Salim serta peranannya dalam upaya memperoleh pengakuan kedaulatan Indonesia pada peristiwa Inter Asian Relation Conference (Konferensi AntarAsia) dan pembentukan Komisi Tiga Negara (KTN). Metode yang digunakan adalah metode historis dengan pendekatan interdisipliner. Langkah pertama yang penulis Iakukan adalah mengumpulkan data�data (heuristik) yang dilakukan dengan teknik studi literatur. Semua sumber yang diperoleh, selanjutnya diuji kebenarannya melalui kritik sumber, baik secara internal maupun eksternal. Tahap selanjutnya adalah melakukan penafsiran atau interpretasi. Tahap terakhir adalah historiografi atau menyusun berbagai data dan fakta yang diperoleh dalam bentuk tertulis. Hasil penelitian menyimpulkan beberapa hal. Pertama, keunggulan Haji Agus Salim dalam berdebat, rasa humor yang tinggi serta kepribadiannya yang hangat, tidak bisa dilepaskan dari strukturbudaya yangmembesarkannya. Sebagai tokoh yang dibesarkan dalam adat Minangkabau, Haji Agus Salim menonjol dalam tiga hal, yaitu: pandai berkata-kata, dinamis dan kosmopolit. Sifat dinamis inilah yang mclahirkan budaya rantau Minangkabau, dan menjadikan Haji Agus Salim menjadi sosok yang pandai beradaptasi tanpa terbelenggu adat di tanah kelahirannya. Hal ini sesuai dengan ungkapan Minang: "Dz mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung". Selain itu, budaya Minang melahirkan budayapetatah-petitih, bukan hanya sebagai seni retorika, tetapi sebagai arena latihan berpikir dan pengakumulasian pengetahuan lokal yang unik. Dalam hal ini, Haji Agus Salim sebagai ahli waris dari ' 'negeri kata-kata" telah memanfaatkannya untuk memperjuangkan nasib rakyatnya. Kedua, diutusnya Haji Agus Salim ke Konferensi Antar Asia yang dilanjutkan dengan perjalanan diplomatiknya ke negara-negara Arab dalam rangka upaya memperoleh pengakuan kedaulatan adalah tepat Selaindikenal sebagaidiplomat, Haji Agus Salim juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai pengetahuan yang luas tentang Islam. Dengan ditandatanganinya Perjanjian Persahabatan antara Indonesia�Mesir pada tanggal 10 Juni 1947, dipandang sebagai kemenangan diplomasi Indonesia. Pengakuan Mesir dan negara Arab lainnya terhadap Repubiik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, maka segala jalan telah tertutup bagi Bclanda. Ketiga, dengan upaya pembentukan Komisi Tiga Negara (KTN), maka permasalahan Indonesia-Belanda menjadi permasalahan intemasionai. Dampak positif dari terbentuknya Komisi Tiga Negara yang terdiri dari Australia, Amerika Serikat dan Belgia, maka pertikaian antar Indonesia-Belanda dapat ditengahi. Hal inilah yang menyebabkan terlaksananya Konferensi Meja Bundar yang merupakan puncak pengakuan kedaulatan Indonesia dari Belanda.
Item Type: | Thesis (S1) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Agus Salim, Diplomasi, Pengakuan Kedaulatan Indonesia, Sejarah |
Subjects: | D History General and Old World > D History (General) |
Divisions: | Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial > Pendidikan Sejarah |
Depositing User: | Ayu Nur Fitriani |
Date Deposited: | 30 Aug 2022 03:32 |
Last Modified: | 30 Aug 2022 03:32 |
URI: | http://repository.upi.edu/id/eprint/76531 |
Actions (login required)
View Item |