KESAKRALAN KAWIH BUBUKA PADA PERTUNJUKAN KESENIAN SUNDA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG: (DESA CIBODAS DAN KELURAHAN JELEKONG) DAN KOTA BANDUNG (KELURAHAN BALONGGEDE)

Rakavita, Krismarsha (2017) KESAKRALAN KAWIH BUBUKA PADA PERTUNJUKAN KESENIAN SUNDA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG: (DESA CIBODAS DAN KELURAHAN JELEKONG) DAN KOTA BANDUNG (KELURAHAN BALONGGEDE). S1 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.

[img] Text
S_IND_1300819_Title.pdf

Download (515kB)
[img] Text
S_IND_1300819_Table_of_Content.pdf

Download (310kB)
[img] Text
S_IND_1300819_Abstract.pdf

Download (450kB)
[img] Text
S_IND_1300819_Chapter 1.pdf

Download (461kB)
[img] Text
S_IND_1300819_Chapter 2.pdf
Restricted to Staf Perpustakaan

Download (515kB)
[img] Text
S_IND_1300819_Chapter 3.pdf

Download (255kB)
[img] Text
S_IND_1300819_Chapter 4.pdf
Restricted to Staf Perpustakaan

Download (3MB)
[img] Text
S_IND_1300819_Chapter 5.pdf

Download (575kB)
[img] Text
S_IND_1300819_Bibliography.pdf

Download (244kB)
[img] Text
S_IND_1300819_Appendix.docx
Restricted to Staf Perpustakaan

Download (791kB)
Official URL: http://repository.upi.edu

Abstract

Latar belakang penelitian ini diawali dari banyaknya perpaduan tradisi lisan dengan unsur seni di Jawa Barat yang dipresentasikan melalui bentuk puisi lisan yang berupa mantra (jangjawokan),legenda daerah setempat yang sudah dikreasikan menjadi suatu pertunjukan (drama tari, wayang golek, dan lain-lain), dan puisi lisan yang dinyayikan untuk permainan anak (kakawihan) atau dikombinasikan dengan iringan musik (kawih, tembang, dan sisindiran). Pada tataran kawih misalnya, Kawih Bubuka adalah salah satu bentuk kebiasaaan yang menjadi hal wajib sebelum membuka pertunjukan kesenian Sunda. Dalam isi teks Kawih Bubuka tersebut mengandung makna kesakralan karena dianggap penting yakni berupa harapan, pesan, dan sedikit bayaknya merujuk kepada doa agar dilindungi Tuhan YME serta bagian dari persembahan kepada leluhur. Analisis pada penelitian ini mencakup pada peganalisisan struktur teks, konteks penuturan, proses penciptaan, fungsi dan makna. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan ketiga teks Kawih Bubuka yang telah dianalisis dari tiga titik lokasi penelitian dengan judul serta isi teks Kawih Bubuka yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yakni mendeskripsikan kata-kata yang selanjutnya diisusul dengan penganalisisan (Ratna, 2013, hlm.23). Adapun pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan objekif , yakni untuk menganalisis teks yang berbentuk penganalisisan struktur teks. Kawih Bubuka yang dianalisis yakni sebanyak tiga Kawih Bubuka, diantaranya Kawih BubukaKembang Gadung (Desa Cibodas), Kawih Bubuka Kidung (Kelurahan Jelekong), dan Kawih BubukaKawitan (Kelurahan Balonggede). Hasil dari analisis Kawih Bubuka Kembang Gadung, Kidung, dan Kawitan, merupakan bentuk puisi lisan yang bebas. Hal tersebut menegaskan bahwa kawih berbeda dengan tembang karena pola iramanya yang tidak terpatok jumlah rimanya dan sifatnya yang bebas. Dari perspektif isi teks, Kawih Bubuka Kembang Gadung menggambarkan doa agar dilindungi dan dijaga oleh Tuhan YME, serta bentuk rasa hormat kepada leluhur melalui penuturan Kawih Bubuka tersebut. Pada Kawih BubukaKidung lebih merujuk pada permohonan perlindungan dari Allah SWT dan berisi tentang pesan moral serta etika dalam kehidupan. Sedangkan Kawih Bubuka Kawitan berisikan tentang doa permohonan ampun dan restu dari Tuhan YME, serta sebagai bentuk persuasif kepada hadirin agar melestarikan seni budaya. Proses pewarisan teks ketiga Kawih Bubuka tersebut didominasi secara horizontal. Dalam proses penciptaan ketiga Kawih Bubuka tersebut mencakup pembagian waktu pada prapenuturan, penuturan, dan pascapenuturan. Sedangkan dari segi fungsi, ketiga Kawih Bubuka ini berfungsi sebagai alat pendidikan anak, sistem proyeksi, hiburan. dan alat pengesah kebudayaan.---------- The background of this research begins from many combinations of oral traditions with elements of art in West Java which are presented through the form of oral poetry in the form of traditional spell or known as mantra (jangjawokan), local legend that has been turned into a show (musical drama, wayang golek, etc.) And oral poѐms that are devoted to children's games (kakawihan) or combined with musical accompaniment (kawih, tembang, and sisindiran). At the level kawih for example, kawih opener is one form of habit that became mandatory before opening the art performances of Sunda. In the contents of the text, the opening of kawih contains sacred meaning because it is considered to be important in the form of hope, message, and a little of its bounty refers to the prayer to protect Almighty God and part of the offerings to the ancestors. The analysis in this study covers the structural structure of the text, the context of narrative, the process of creation, function and meaning of the text. The purpose of this study is to explain the three open-ended kawih texts that have been analyzed from three research point locations with different headings and text content of the opener. This research uses descriptive method of analysis that is describing the words that followed by analyzing (Ratna, 2013, p.23). The research approach uses an objective approach, namely to analyze the text in the form of analyzing the text structure. Kawih Bubuka that is analyzed as many as three kawih opener, including Kawih BubukaKembang Gadung (Cibodas Village), Kawih BubukaKidung (Jelekong District), and Kawih BubukaKawitan (Balonggede Village). The results of Kawih Bubuka analysis of Kembang Gadung, Kidung, and Kawitan, is a form of free oral poѐtry. It confirms that kawih is different from tembang because the pattern of the rhythm is not pegged by the amount of rim and its free nature. From the perspective of the contents of the text, the opening of Kembang Gadung describes the prayer to be protected and guarded by God, as well as a form of respect to the ancestors through the kawih opening. In the Kidung opening more refers to the request of protection from Allah and contains about moral and ethical messages in life. While Kawih Bubuka Kawitan contains about the prayer of forgiveness and blessings from God, and as a persuasive form to the audience to preserve the art of culture. The process of inheriting the third text of theKawih Bubuka is dominated horizontally. In the process of creating the opening of the three Kawih Bubuka includes time sharing on preaching, narrative, and post-speech. While in terms of function, these three Kawih Bubuka serves as a child education tool, projection system, entertainment. And cultural authentication tools.

Item Type: Thesis (S1)
Additional Information: No Panggil:S IND RAK k-2017 ; Pembimbing: I. Memen Durachman,II. Novi Resmini ; NIM: 1300819
Uncontrolled Keywords: Folklor, Kawih Bubuka, Pertunjukan Kesenian Sunda, Kesakralan, Folklore,Sundanese Art Performance, Sacredness
Subjects: M Music and Books on Music > ML Literature of music
Divisions: Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra > Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia > Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (nonpendidikan)
Depositing User: DAM staf
Date Deposited: 26 Sep 2018 03:16
Last Modified: 26 Sep 2018 03:16
URI: http://repository.upi.edu/id/eprint/31753

Actions (login required)

View Item View Item