Nurfaizah, - (2015) PEMAKNAAN PAMALI DALAM MASYARAKAT SUNDA'DI DESA CIBINGBIN, KECAMATAN CIBINGBIN, KABUPATEN KUNINGAN (KAJIAN DESKRIPTIF SEMANTIK DAN SEMIOTIK). S2 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.
|
Text
T_LIN_ 1202129_Title.pdf Download (144kB) | Preview |
|
|
Text
T_LIN_ 1202129_Abstract.pdf Download (206kB) | Preview |
|
|
Text
T_LIN_ 1202129_Table_of_content.pdf Download (141kB) | Preview |
|
|
Text
T_LIN_ 1202129_Chapter1.pdf Download (303kB) | Preview |
|
Text
T_LIN_ 1202129_Chapter2.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (398kB) |
||
|
Text
T_LIN_ 1202129_Chapter3.pdf Download (309kB) | Preview |
|
Text
T_LIN_ 1202129_Chapter4.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (654kB) |
||
|
Text
T_LIN_ 1202129_Chapter5.pdf Download (207kB) | Preview |
|
|
Text
T_LIN_ 1202129_Bibliography.pdf Download (291kB) | Preview |
|
Text
T_LIN_ 1202129_Appendix.pdf Restricted to Staf Perpustakaan Download (465kB) |
Abstract
Keberadaan bahasa tabu/pamali sekarang ini di suku Sunda sudah mulai tidak diindahkan lagi oleh penggunanya. Hal ini terjadi karena masyarakat Sunda beranggapan bahwa kata, frase atau kalimat tabu tersebut sudah tidak lagi relevan dengan situasi saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kalimat-kalimat atau ujaran-ujaran pamali/tabu yang terdapat di suku Sunda di desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin kabupaten Kuningan serta makna yang terkandung di dalamnya. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan teori Barthes tentang “order of signification”, yang mencakup makna denotasi dan konotasi serta interpretasi dari tuturan pamali tersebut dianalisis dengan model segitiga proses semiosis Peirce. Dalam sistem Barthes sebuah kata memiliki makna (tepatnya diberikan sebuah makna) yang berbeda dengan makna asalnya dalam sistem tingkat pertama, makna kamus (denotatif). Sistem kedua ini juga disebut sebagai sistem konotasi, ketika ada makna selanjutnya disebut sistem pemaknaan ketiga yaitu mitos. Penelitian ini mengumpulkan temuan 88 buah tuturan pamali/tabu yang terdapat di Desa Cibingbin.Hasil temuan menunjukan bahwa dari pemaknaan Barthes, mitos (kepercayaan) dan mitos menurut Barthes tidak selalu menempati posisi yang sama, karena mitos (kepercayaan) masih memiliki makna selanjutnya yang menempati pemaknaan ketiga (mitos) dan yang menempati pemaknaan ketiga itu adalah makna kearifan lokal yang terdapat di dalam tuturan pamali tersebut. Kemudian, interpretasi yang dihasilkan dalam temuan ini juga merupakan nilai kearifan lokal di suku Sunda yang patut dipertahankan sebagai budaya warisan leluhur. Khususnya bagi masyarakat yang tinggal di Desa Cibingbin dan umumnya bagi seluruh masyarakat sunda lainnya. Dengan demikian, perlu adanya pelestarian tuturan pamali di suku sunda agar tuturan tersebut menjadi suatu budaya warisan leluhur yang tidak akan mati dimakan zaman. Nowadays, the existence of taboo language/pamali today in Sundanese already started being ignored by its users. This happens because they think that word, phrase or sentence taboo is no longer relevant to the current situation. This study aims to describe the meaning contained in it the sentences or utterances pamali/taboo in Cibingbin Sundanese village, Cibingbin Subdistrict, Kuningan Regency. The method used is descriptive qualitative method using Barthes' theory of "order of signification", which includes the meaning of denotation and connotation and interpretation of utterances pamali analyzed by the triangular model of semiotics Peirce. In Barthes system has the meaning of a word (given a meaning) that is different from its original meaning in the first level system, dictionary meaning (denotative). The second system is called as system connotation, when there is meaning referred to as the third meaning system that is called as a myth. This study collected 88 findings of speech taboos/taboos in the village of Cibingbin. The findings showed that the meaning from Barthes theory shows that myth (belief) and the myth according to Barthes does not always occupy the same position, because of the myth (belief) still has a further meaning that occupy the third meaning (myth) and third meaning is the meaning of local wisdom in the speech of taboos. Then, the interpretation of these findings is also the value of local wisdom in the Sundanese and should be maintained as a cultural heritage. Especially for people in Cibingbin Village and globally for all other Sundanese people that has taboo/pamali word. Thus, it is necessary for pamali speech conservation in order to maintain a culture of sundanese language.
Item Type: | Thesis (S2) |
---|---|
Additional Information: | No. Panggil : T LIN Nur p Pembimbing : I. didi Sukyadi , II. Syihabuddin |
Uncontrolled Keywords: | Pamali/Tabu, Barthes, order of signification dan segitiga Pierce. |
Subjects: | P Language and Literature > P Philology. Linguistics |
Divisions: | Sekolah Pasca Sarjana > Linguistik S-2 |
Depositing User: | Staf Koordinator 3 |
Date Deposited: | 18 Sep 2015 01:34 |
Last Modified: | 18 Sep 2015 01:34 |
URI: | http://repository.upi.edu/id/eprint/17004 |
Actions (login required)
View Item |